LAPORAN PENDAHULUAN
GIZI BURUK
1.
Pengertian
Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi
tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi, protein
serta makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Ditandai
dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan hasil pemeriksaan
klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau
marasmic-kwashiorkor. Ada
beberapa cara untuk mengetahui seorang anak terkena busung lapar (gizi buruk)
yaitu :
1)
Dengan
cara menimbang berat badan secara teratur setiap bulan. Bila perbandingan berat
badan dengan umurnya dibawah 60% standar WHO-NCHS, maka dapat dikatakan anak
tersebut terkena busung lapar (Gizi Buruk).
2)
Dengan
mengukur tinggi badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA) bila tidak sesuai
dengan standar anak yang normal waspadai akan terjadi gizi buruk.
2. Faktor Penyebab
Gizi Buruk
Banyak faktor yang yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Penyebab gizi buruk terdiri
dari penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu:
Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya
tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan
sosial dan ekonomi yaitu
kemiskinan. Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi, dalam hal
ini makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu air susu ibu, dan sesudah usia enam
bulan anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik
jumlah dan kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi
dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B,
serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan
sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang
rendah sering kali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak
memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap
zat-zat makanan secara
baik. Terjadinya kejadian infeksi penyakit ternyata mempunyai hubungan
timbal balik dengan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami
penurunan daya tahan sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Disisi
lain anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk
cakupan pelayanan kesehatan dasar terutama imunisasi, penanganan diare,
tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan
kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di posyandu, penyediaan air bersih,
kebersihan lingkungan akan menentukan tinggi rendahnya kejadian penyakit
infeksi. Mewabahnya berbagai penyakit menular akhir-akhir ini seperti demam
berdarah, diare, polio, malaria, dan sebagainya secara hampir bersamaan dimana-mana,
menggambarkan melemahnya pelayanan kesehatan yang ada di daerah. Berbagai
penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan
oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13
kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54%
penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keaadaan gizi anak yang jelek.
Ada berbagai penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang
diantaranya yaitu:
a. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.
Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh
anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
Namun kemiskinan kadang menjadikan hambatan dalam penyediaan pangan bagi
keluarga.
b.
Pola pengasuhan anak kurang
memadai.
Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu,
perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik
baik fisik, mental dan sosial. Di masa modern ini pengasuhan anak kadang kita
serahkan kepada pembantu yang belum tentu tahu perkembangan dan kebutuhan makan
anak.
c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Sistem pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan
air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap
keluarga yang membutuhkan. Berbagai kesulitan air bersih dan akses sarana
pelayanan kesehatan menyebabkan kurangnya jaminan bagi keluarga. Pokok
masalah gizi buruk di masyarakat yaitu kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung
maupun tidak langsung. Hal ini dapat ditanggulangi dengan adanya berbagai
kegiatan yang ada di masyarakat seperti posyandu, pos kesehatan.
Ketiga faktor tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan,
dan keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan
keluarga, semaikin baik pola pengasuhan anak, dan semakin banyak keluarga
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
Berbagai faktor langsung dan tidak langsung di atas, berkaitan dengan pokok
masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional. Pokok
masalah di masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan masyarakat dan
keluarga mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan keluarga, ketidaktahuan
pengasuhan anak yang baik, serta ketidakmampuan memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang tersedia. Akar masalah gizi buruk adalah kurangnya pemberdayaan
wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait
dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan
oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia.
Keadaan tersebut telah memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat
kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.
3. Tipe Gizi Buruk
Menurut situs Dinas Kesehatan Pemda Ibukota Jakarta, keadaan gizi
buruk ini secara klinis dibagi menjadi 3 tipe:
1) Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam
jumlah besar. Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori. Nama
kwashiorkor berasal dari suatu daerah di Afrika, artinya “penyakit anak yang
terlantar” atau disisihkan karena ibunya mengandung alergi dan tidak lagi
memberikan air susu ibu padanya. Tanpa mengganti air susu ibu dan dapat
tambahan pangan yang seimbang anak (umumnya berumur kurang lebih 18 bulan)
kurang mendapat protein. Jenis penyakit ini sering dijumpai pada bayi dan
anak usia 6 bulan sampai 5 tahun pada keluarga berpenghasilan rendah, dan
umumnya kurang sekali pendidikannya. Kasus-kasus kwashiorkor yang tidak
dilakukan penanganan atau penanganannya yang terlambat, akan memberikan akibat yang
fatal. Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang
berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut diatas antara
lain:
a. Pola makan
Protein adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang.
Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak
semua makanan mengandung protein/asam amino yang memadai. Bayi yang masih
menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi
yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju,
tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai
keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadinya kwashiorkhor,
terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
b. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan
sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan
makanan tertentu dan sudah berlansung turun-temurun dapat menjadi hal yang
menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
c. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana
ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.
d. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan
infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya
MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap
infeksi.
Tanda dan gejala klinis yang timbul pada kwashiorkor antara lain:
a)
Rambut tipis berwarna merah seperti rambut jagung dan mudah dicabut
tanpa menimbulkan rasa sakit.
b)
Edema pada seluruh tubuh terutama pada punggung kaki dan
bila ditekan akan meninggalkan bekas.
c)
Kelainan kulit (dermatosis) seperti
timbulnya ruam berwarna merah muda
yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas.
d)
Wajah membulat dan sembab (moon face).
e)
Pandangan mata sayu.
f)
Pembesaran hati.
g)
Sering disertai penyakit infeksi akut,
diare, ISPA, dll.
h)
Perubahan status mental menjadi cengeng,
rewel, kadang apatis.
i)
Otot mengecil (hipotrofi) dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga
ukuran LILA-nya kurang dari 14 cm.
Dari sekian banyak gejala klinis, ada beberapa gejala klinis tersebut yang
khas pada penderita kwashiorkor. Tanpa gejala klinis yang khas ini, penegakkan
diagnosis kwashiorkor tidak dapat ditegakkan. Gejala yang khas tersebut adalah
edema, rambut yang tidak hitam, mudah rontok, jarang dan tipis, perut buncit
karena hepatomegali, dan crazy pavement dermatosis. Karena adanaya edema, maka
kwashiorkor bisa disebut edematous protein calorie malnutrition.
2) Marasmus
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama
kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot (Dorland, 1998:649). Yang
mencolok pada keadaan nutritional marasmus ialah pertumbuhan
yang berkurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak bawah
kulit. Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat, karena kelainan
metabolik atau malformasi kongenital (Nelson,1999). Marasmus dapat terjadi pada
segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat
cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare.
Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi,
kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik,
penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat (Dr. Solihin,
1990:116).
Tanda dan gejala yang terjadi seperti:
a)
Wajah seperti orang tua.
c)
Sering disertai penyakit infeksi (diare,
umumnya kronis berulang, TBC).
d)
Badan nampak sangat kurus
seolah-olah tulang hanya
terbungkus kulit.
e)
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis
sangat sedikit sampai tidak ada (pakai celana longgar-baggy pants).
f)
Perut cekung.
g)
Iga gambang. Karena tidak ada edema,
maka marasmus sering disebut non edematous protein calorie malnutrition.
3) Marasmic-Kwashiorkor
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashiorkor dengan
gabungan gejala yang menyertai seperti:
a.
Berat badan penderita hanya berkisar di
angka 60% dari berat normal. Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak
jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
b.
Tubuh mengandung lebih banyak cairan,
karena berkurangnya lemak dan otot.
c.
Kalium dalam tubuh menurun drastis
sehingga menyebabkan gangguan metabolik seperti gangguan pada ginjal dan
pankreas.
d.
Mineral lain dalam tubuh pun mengalami
gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta
menurunnya kadar magnesium.
Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari
gejala-gejala masing-masing penyakit
tersebut.
4. Akibat Gizi Buruk
1)
Menyebabkan kematian bila tidak segera
ditanggulangi oleh tenaga kesehatan.
2)
Kurang cerdas.
3)
Berat dan tinggi badan pada umur dewasa
lebih rendah dari normal.
4)
Sering sakit infeksi seperti batuk, pilek,
diare, TBC, dan lain-lain.
5. Pencegahan Gizi Buruk
1)
Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI)
sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping
ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2)
Anak diberi makanan yang bervariasi,
seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan
komposisinya untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara
protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3)
Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak
dengan mengikuti program posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai
dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke
dokter.
4)
Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa
ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus
diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5)
Jika anak menderita karena kekurangan
gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya
bisa diberikan setelah sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting
lainnya. Penanganan dini
sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi
bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun,
biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan
muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
6. Penatalaksanaan
Makanan atau minuman dengan biologic tinggi gizi kalori atau protein.
Pemberian secara bertahap dari bentuk dan jumlah mula-mula cair (seperti susu)
lunak (bubur) biasa (nasi lembek).
1)
Prinsip pemberian nutrisi:
a.
Porsi kecil, sering, rendah serat,
rendah laktosa
b.
Energy atau kalori: 100 Kkal/kg BB/hari
c.
Protein: 1-1,5 g/kg BB/hari
d.
Cairan: 130 ml/kg BB/hari ringan-sedang:
100 ml/kg BB/hati edema berat
2)
Obati/ cegah infeksi: Antibiotik
a.
Bila tampak komplikasi: cotrymoksasol 5
ml
b.
Bila anak sakit berat: ampicillin 50
mg/kg BB IM/IV Setiap 6 jam selama 2 hari
3) Untuk melihat kemajuan/perkembangan anak
a.
Timbang berat badan setiap
pagi sebelum diberi makan
b.
Catat kenaikan BB anak tiap
minggu
7. Komplikasi Gizi Buruk
1)
Hipotemi
2)
Hipoglikemi.
3)
Infeksi
4)
Diare dan Dehidrasi
5)
Syok
a.
Penyebab Hipotermi
a)
Tidak/kurang/jarang diberi makan
b)
Menderita Infeksi
c)
Paparan angin :
Genting bocor
Dinding berlubang
Tidur dekat pintu
Selimut dan topi kurang rapat
d) Menempel benda yang dingin:
Tidur dilantai
Mandi terlalu lama
Popok basah tidak segera
diganti(ngompol,Diare)
b. Penyebab Hipoglikemi
a)
Tidak dapat/kurang/jarang dapat makan
b)
Penyakit Infeksi
Gejala :
a)
Hipotemi (<35 oc)
b)
Lemah
c)
Penurunan kesadaran
ASUHAN
KEPERAWATAN TEORITIS
GIZI
BURUK
1. Pengkajian
a.
Identitas: Meliputi nama,
umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, No Register, agama, tanggal
masuk Rs , dll.
b.
Keluhan utama: Tidak ada
nafsu makan dan muntah.
c.
Riwayat penyakit sekarang: Gizi
buruk biasanya ditemukan nafsu makan kurang kadang disertai muntah dan tubuh
terdapat kelainan kulit (crazy pavement).
d.
Riwayat penyakit dahulu: Apakah
ada riwayat penyakit infeksi, anemia, dan diare sebelumnya.
e.
Riwayat kesehatan keluarga: Apakah
ada keluarga yang lain menderita gizi buruk
2. Pemeriksaan fisik
a.
Inspeksi
·
Mata: agak menonjol
·
Wajah: membulat dan sembab
·
Kepala: rambut mudah rontok
dan kemerahan
·
Abdomen: perut terlihat
buncit
·
Kulit: adakah Crazy pavement dermatosis, keadaan
turgor kulit,
odema.
odema.
b.
Palpasi
Pembesaran hati ± 1 inchi
Pembesaran hati ± 1 inchi
c.
Auskultasi
Peristaltic usus abnormal
Peristaltic usus abnormal
3. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah meliputi Hb, albumin, globulin, protein
total, elektrolit serum, biakan darah.
2) Pemeriksaan urin.
Pemeriksaan urine meliputi urine lengkap dan kulture urine.
3) Uji faal hati
4) EKG
5) X foto paru
4. Diagnosa keperawatan
1.
Pemenuhan nutrisi kurang
daari kebuituhan tubuh b.d intake nutrisi tidak adekuat.
2.
Kerusakan integritas kulit
b.d perubahan nutrisi, dehidrasi.
3.
Kurang pengetahuan b.d
kurang informasi tentang kondisi, prognosi dan kebutuhan nutrisi
4.
Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
5. Intervensi
1) Pemenuhan nutrisi kurang dari kebuituhan tubuh b.d intake nutrisi
tidak adekuat.
Tujuan: nutrisi klien terpenuhi dalam 2 minggu
Tujuan: nutrisi klien terpenuhi dalam 2 minggu
Kriteria hasil :
Klien tidak muntah lagi
Nafsu makan kembali normal
Edema Berkurang /Hilang
BB sesuai dengan umur (berat
badan ideal 10 kg tanpa edema)
Rencana:
a. Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan
nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang,
tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi
klien.
R/ Meningkatkan pemahaman
keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga
dapat meneruskan upaya terapi dietik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
b. Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan
keluarga untuk melakukannya sendiri.
R/ Meningkatkan partisipasi
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga
dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
c. Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
R/ Roborans meningkatkan
nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit yang menyertai keadaan
malnutrisi.
d. Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan
kulit setiap pagi.
R/ Menilai perkembangan
masalah klien.
2) Kerusakan integritas kulit b.d perubahan nutrisi, dehidrasi.
Tujuan: Integritas kulit
kembali normal.
Kriteria hasil:
Gatal hilang/berkurang.
Kulit kembali halus, kenyal
dan utuh.
Rencana:
a.
Anjurkan pada keluarga
tentang pentingnya merubah posisi sesering mungkin.
b.
Anjurkan keluarga lebih
sering mengganti pakaian anak bila basah atau kotor dan kulit anak tetap
kering.
c.
Kolaborasi dengan dokter
untuk pengobatan lebih lanjut.
3) Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang kondisi, prognosi
dan kebutuhan nutrisi
Tujuan: Pengetahuan keluarga
bertambah.
Kriteria hasil:
Keluarga mengerti dan memahami
isi penyuluhan.
Dapat mengulangi isi
penyuluhan.
Mampu menerapkan isi
penyuluhan di rumah sakit dan nanti sampai di rumah.
Rencana:
1.
Tentukan tingkat pengetahuan
dan kesiapan untuk belajar.
2.
Jelaskan tentang:
a. Nama penyakit anak.
b. Penyebab penyakit.
c. Akibat yang ditimbulkan.
d. Pengobatan yang dilakukan.
3.
Jelaskan tentang:
a. Pengertian nutrisi dan pentingnya.
b. Pola makan yang betul untuk anak sesuai umurnya.
c. Bahan makanan yang banyak mengandung vitamin terutama banyak
mengandung protein.
4.
Beri kesempatan keluarga
untuk mengulangi isi penyuluhan.
5.
Anjurkan keluarga untuk
membawa anak kontrol di poli gizi setelah pulang dari rumah sakit.
4) Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
Tujuan
: Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.
Kriteria Hasil:
Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar
usia.
Rencana:
1.
Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas
perkembangan sesuai usia anak.
R/ Meningkatkan
pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak.
2.
Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.
R/ Diet khusus untuk
pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak
dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.
3.
Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
R/ Menilai
perkembangan masalah klien.
4.
Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
R/ Stimulasi diperlukan
untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa dan
personal/sosial.
5.
Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan
(Puskesmas/Posyandu)
R/ Mempertahankan
kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
memberdayakan sistem pendukung yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. 1997. Perawatan
Anak Sakit. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Doengoes, E, Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Vol. 3. Jakarta: EGC.
Behrman, R.
E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak: Nelson,
Edisi 15, vol 1. Jakarta: EGC.
0 komentar:
Posting Komentar