MAKALAH
MANAJEMEN
KEPERAWATAN
DISCHARGE
PLANNING
Disusun oleh:
Dwi Apriadi
10620312
PROGRAM STUDI
ILMU KEPERAWATAN (S.1)
FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS
KADIRI
2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah tentang “Discharge Planning”
ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Manajemen Keperawatan Ns. Wiwin S, S.Kep.
Makalah
ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari
buku panduan dan hasil dari browsing internet yang berkaitan dengan Discharge Planning dan hal-hal yang
berkaitan dengan hal tersebut.
Penulis
harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita,dalam hal ini
dapat menambah wawasan kita mengenai Discharge
Planning. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang
lebih baik.
Kediri,
20 Maret 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Discharge Planning ............................................................... 3
2.2 Tujuan Discharge Planning...................................................................... 3
2.3 Struktur Discharge
Planning.................................................................... 4
2.4 Prinsip Discharge
Planning...................................................................... 6
2.5 Proses
Discharge Planning....................................................................... 7
2.6 Pengetahuan Discharge Planning............................................................ 8
2.7 Keuntungan Discharge Planning............................................................. 8
2.8 Justifikasi metode Discharge Planning.................................................... 8
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 10
3.2 Saran ......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi
hampir semua pasien.berbagai kemungkinan buruk yang akan membahayakan bagi
pasien bisa saja terjadi sehingga diperlukan peran penting perawat dalam
setiaptindakan keperawatan dengan melakukan intervensi keperawatan yang tepat
untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis.
Oleh karena itu perlu diberikan informasi kepada pasien agar mampu
mengenali tanda bahaya untuk dilaporkan kepada tenaga medis. Sebelum
pemulangan pasien dan keluarganya harus mengetahui bagaimana cara
memanajemen pemberian perawatan di rumah dan apa yang diharapkan di dalam
memperhatikan masalah fisik yang berkelanjutan karena kegagalan untuk
mengerti pembatasan atau implikasi masalah kesehatan (tidak siap menghadapi
pemulangan) dapat menyebabkan pasien meningktkan komplikasi (Perry & Potter, 2006).
Ketidak siapan pasien menghadapi pemulangan juga dapat terjadi karena
pasien terlalu cepat dipulangkan sehingga hal ini juga beresiko terhadap terjadinya
komplikasi pasca bedah setelah di rumah, dan juga dikarenakan pemulangan
yang tidak direncanakan yang dapat berakibat kepada hospitalisasi ulang (Torrance,
1997). Hal tersebut di atas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Williams (2006) bahwa mayoritas pasien yang menerima informasi tentangnyeri dan
manajemen luka, aktivitas, nutrisi, dan komplikasi pada umumnyamerasakan bahwa
tidak mengalami perasaan khawatir yang membuat mereka akan mengadakan kunjungan
tidak rutin ke fasilitas kesehatan setelah dipulangkan. Sedangkan pasien yang tidak mendapat informasi tentang nyeri
dan manajemen luka menurut Williams (2006) mengalami kekhawatiran yang memaksa
mereka untuk melakukan kunjungan tidak rutin kepada suatu fasilitas kesehatan
setelah dipulangkan.
Oleh karena itu pasien perlu dipersiapkan untuk menghadapi pemulangan. Orem (1985 dalam Alligood & Tomey, 2006)
mengatakan bahwa intervensi keperawatan dibutuhkan karena adanya
ketidakmampuan untuk melakukan perawatan diri sebagai akibat dari adanya
keterbatasan. Salah satu bentuk intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
adalah discharge planning (perencanaan pemulangan pasien) untuk
mempromosikan tahap kemandirian tertinggi kepada pasien, teman-teman, dan
keluarga dengan menyediakan, memandirikan aktivitas perawatan diri (The
Royal Marsden Hospital 2004). Discharge
planning yang tidak baik dapat menjadi salah satu faktor yang
memperlama proses penyembuhan di rumah (Wilson-Barnett dan Fordham, 1982 dalam
Torrance, 1997. Kesuksesan tindakan discharge
planning menjamin pasien mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan yang
aman dan realistis setelah meninggalkan rumah sakit (Hou, 2001 dalam Perry
&Potter, 2006).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah manajemen discharge planning?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan manajemen
discharge planning
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi
Pengertian Discharge Planning
2. Mengidentifikasi
Tujuan Discharge
Planning
3. Mengidentifikasi
Struktur
4. Mengidentifikasi
Prinsip
5. Mengidentifikasi
Proses
6. Mengidentifikasi
Pengetahuan
7. Mengidentifikasi
Keuntungan discharge planning
8. Mengidentifikasi
Justifikasi metode discharge
planning
1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa mengetahui konsep discharge planning.
1.4.2 Mahasiswa mampu mengaplikasikan discharge planning kepada pasien.mebedakan gaya kepemimpinan
otoriter dengan gaya kepemimpinan yang lain.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Discharge
Planning
Discharge planning merupakan suatu rencana yang disusun untuk klien,
sebelum keluar dari Rumah Sakit
yang dimulai dari mengumpulkan data sampai dengan masuk area perawatan yaitu meliputi pengkajian, rencana
perawatan, implementasi
dan evaluasi (Fisbach, 1994).
Discharge Planning adalah suatu proses dimana mulainya pasien
mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan
baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya
sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya. Discharge Planning menunjukkan beberapa proses formal yang
melibatkan team atau memiliki tanggung jawab untuk mengatur perpindahan
sekelompok orang ke kelompok lainnya (RCP,2001).
Planning adalah suatu pendekatan interdisipliner meliputi pengkajian kebutuhan klien tentang perawatan kesehatan diluar Rumah
Sakit, disertai dengan kerjasama
dengan klien dan keluarga klien dalam mengembangkan rencana- rencana perawatan setelah perawatan
di Rumah Sakit (Brunner & Sudarth, 2002).
Perawat adalah salah satu anggota team
Discharge Planner, dan sebagai discharge
planner perawat mengkaji setiap pasien dengan mengumpulkan dan menggunakan
data yang berhubungan untuk mengidentifikasi masalah actual dan potensial,
menentukan tujuan dengan atau bersama pasien dan keluarga, memberikan tindakan
khusus untuk mengajarkan dan mengkaji secara individu dalam mempertahankan atau
memulihkan kembali kondisi pasien secara optimal dan mengevaluasi kesinambungan
asuhan keperawatan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa discharge planning atau perencanaan pemulangan adalah
suatu proses pembelajaran yang melibatkan klien dan keluarga untuk meningkatkan pemahaman dan
mengembangkan kemampuan
klien dan keluarga tentang perawatan di rumah, masalah kesehatan yang dihadapi, untuk mempercepat
penyembuhan menghindari kemungkinan komplikasi dengan pembatasan
aktifitas menciptakan memberikan lingkungan yang aman bagi klien di rumah.
2.2 Tujuan
Tujuan dari perencanaan pemulangan pasien adalah:
a.
Meningkatkan
pemahaman pasien dan keluarga tentang masalah kesehatan, kemungkinan komplikasi
dan pembatasan yang diberlakukan pada pasien di rumah.
b.
Mengembangkan
kemampuan merawat pasien dan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pasien dan memberikan
lingkungan yang aman untuk pasien di rumah.
c.
Menyakinkan bahwa
rujukan yang diperlukan untuk perawatan selanjutnya dibuat dengan tepat (Ester, 2005).
2.3 Struktur
Menurut Mc.Kecnan dan Coulton (1970) yang dikutip oleh
Jackson (1994) menyatakan bahwa struktur
dari perencanaan pemulangan terdiri dari struktur formal dan informal. Model informal
adalah model tradisional dimana perawat harus berkonsultasi dengan dokter atau pekerja sosial
dalam menyusun dalam sebuah
perencanaan pemulangan dan belum adanya suatu dokumentasi tertulis dalam pelaksanaannya. Struktur formal
dimana perencanaan pemulangan dibuat
secara tertulis yang berisikan
tentang uraian peran, proses seleksi, penilaian sistem dokumentasi serta metode evaluasi yang berkelanjutan.
Dugan dan Mossel (1992) yang dikutip oleh Jackson (1994) menyatakanbahwa pada
saat ini telah terjadi perubahan dalam pelaksanaan perencanaan pemulangan dengan struktur tersendiri
dimana perawat sebagai koordinasi dalam pelaksanaannya dan selalu berkonsultasi dengan klien dan
keluarga serta para profesional
lainnya dalam perencanaan pemulangan baik dalam pelaksanaannya
2.4 Prinsip
Menurut Anne. M, Angela. D (2000) prinsip dari
perencanaan pemulangan terdiri dari
penemuan kasus, pengkajian, koordinasi dan implementasi, sebagai berikut:
a. Penemuan kasus adalah kegiatan yang dilakukan dengan
kerjasama antara profesi
kesehatan yang meliputi profesi keperawatan, medis dan profesi lain untuk mengidentifikasi faktor resiko
yang akan dapat diatasi oleh pasien selama perawatan di rumah. Faktor resiko tersebut adalah status
kognitif atau pengetahuan
dari pasien mengenai penyakit dan pengobatannya, keadaan tempat tinggal yang dapat mendukung
perawatan pasien, lingkungan masyarakat yang aman, faktor kultur dan usia.
b. Pengkajian adalah dimulainya mencari dan
mengidentifikasikan kebutuhan dari pasien dengan mencari informasi melalui wawancara dengan
pasien dan keluarga,
serta pemeriksaan fisik dan lingkungan yang dapat membantu untuk menentukan tingkat ketergantungan
dari pasien. Hasil pengkajian tersebut untuk selanjutnya akan didiskusikan dengan tim kesehatan
lainnya untuk menyusun
perencanaan pemulangan.
c. Koordinasi adalah komunikasi dan kerjasama antar tim
dari multidisiplin profesi
dan ilmu termasuk kerjasama dengan klien dan keluarga dalam menyusun dan melaksanakan rencana
pemulangan.
d. Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana
pemulangan yang berisi rujukan,
pelaksanaan dan evaluasi dari perencanaan pemulangan yang dikerjakan sesuai bidang ilmu
keperawatan.
2.5 Proses
Proses perencanaan pemulangan mengikuti struktur yang
sama dengan proses perawatan
yang meliputi: pengkajian, analisa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kebutuhan klien ( Kee &
Borchers, 1998).
a.
Pengkajian
Pengkajian perencanaan pemulangan terdiri dari “apa
dan kapan” maksud dari
apa adalah apa yang harus dikaji dalam perencanaan pemulangan dan kapan yang berarti kapan pengkajian
tersebut dilaksanakan (Bull & Robert, 2001). Pengkajian tentang apa meliputi lima
area yaitu pengkajian area kognitif, psikologis, status ekonomi atau finansial, akses dan
dukungan lingkungan baik
formal maupun informal. Sedangkan untuk mengetahui kapan pengkajian perencanaan pemulangan dilakukan
adalah sejak pasien masuk ke Rumah Sakit atau pada saat screening atau
kontrol kesehatan. Pada tahap ini diharapkan discharge planner mengetahui semua kebutuhan pasien (Bull & Robert, 2001).
Pengkajian memerlukan seseorang yang diharapkan mampu
melakukan pengkajian yang meliputi
pengkajian terhadap keluarga dan pengkajian pada support dan dukungan dari masyarakat yang dapat
mendukung dalam perencanaan
pemulangan dan pengkajian tentang pengetahuan dan ketrampilan dari pasien tentang
penyakit yang dihadapi, selanjutnya pengkajian untuk rencana pemulangan akan didiskusikan oleh tim dari
multidisiplin ilmu, pasien dan
keluarga. Dalam hal ini perlu kerjasama dengan tim dari komunitas yaitu puskesmas (Bull & Robert,
2001).
b.
Perencanaan
Penyusunan sebuah rencana pemulangan perlu dibentuk
sebuah tim dari berbagai
disiplin ilmu yang melibatkan keluarga, sebab keluarga akan membantu proses pelaksanaan dari
perencanaan pemulangan setelah pasien dipulangkan dari Rumah Sakit. Literatur Medis menjelaskan bahwa
rencana pemulangan merupakan tanggung jawab dari dokter, sehingga disini dokterlah yang berhak
mengendalikan kerja dari tim
dan setiap anggota tim bekerja dan berinteraksi dalam rangka memenuhi kebutuhan dari klien dan keluarga
atas dasar keahlian
masing-masing (Jackson, 1994).
Menurut Markey dan Igo (1987) dikutip oleh Jackson
(1994) menyatakan bahwa yang memiliki peran
penting disini justru perawat terutama dalam menyusun rencana pendidikan kesehatan klien dan
keluarga, hal ini
didasarkan bahwa perawat lebih mengerti pada kebutuhan klien selama dua puluh empat jam, terutama setelah
klien di rumah atau post hospitalisasi. Menurut Simmons (1986) dikutip oleh Jackson (1994) bahwa
suatu rencana pemulangan
akan efektif bila ada tanggung jawab bersama dalam memberikan pelayanan pada klien dan
keluarga. Perencanaan
pemulangan didasarkan pada kebutuhan klien yang didapatkan dari hasil pengkajian lengkap oleh tim
sehingga dapat direncanakan
tanggal pemulangan dengan melibatkan pasien dan keluarga dan pemberi pelayanan. Perencanaan
pemulangan juga melibatkan petugas pelayanan komunitas dalam hal ini adalah puskesmas ( Bull & Robert,
2001).
Perencanaan pemulangan dengan menyiapkan klien dan
keluarga bagaimana memberikan perawatan lanjutan di rumah diantaranya :
1) Mengajarkan pasien dan anggota keluarga tentang cara menangani perawatan di rumah. Menyakinkan bahwa
pasien dan keluarga memahami apa masalahnya. Memberitahu mereka kemungkinan yang akan terjadi dan
kapan mereka diharapkan pulih
total. Memberitahu mereka bagaimana mengenali kemungkinan masalah kesehatan, dan apa yang dilakukan bila
mereka melihat tanda dan gejala masalah tersebut.
2)
Memberitahu
pembatasan aktifitas pasien, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan pasien. Sebagai contoh
pasien harus tidur pada sisi yang tidak
dioperasi. Pasien mungkin
perlu menghindari aktifitas yang meningkatkan tekanan pada mata
seperti meregang sewaktu buang air besar.
3)
Mendiskusikan dengan
pasien dan keluarga hal-hal yang perlu mereka lakukan untuk membuat rumah lebih aman dan lebih mudah
untuk pasien. Bila
pasien tidur jauh dari kamar mandi dan belum dapat berjalan dengan baik karena gangguan penglihatan
perlu menaruh wadah disamping tempat tidur dan mendekatkan benda-benda yang kesehariannya
dibutuhkan klien.
4)
Memberitahu pasien
dan keluarga tentang medikasi yang perlu digunakan pasien. Menyakinkan mereka memahami
kapan meminumnya dan seberapa
banyak. Menyakinkan bahwa pasien dan keluarga memahami penggunaan obat minum sesuai dengan
aturan.
5)
Mendiskusikan
perlunya pola makan atau diit nutrisi yang adekuat. Memberitahu keluarga ada dan tidaknya
makanan pantang tertentu sehubungan
dengan penyakit yang diderita.
6)
Memberi pasien dan
keluarga instruksi jelas untuk mengatasi nyeri. Mencoba untuk membantu pasien menjalankan jadwal
medikasi sehingga tidak
perlu bangun malam hari. Nyeri berkurang bila obat diberikan dengan teratur sesuai jadwal.
Menjelaskan bahwa nyeri terkontrol bila obat digunakan sebelum nyeri menjadi hebat.
7)
Memberi pasien bahan
atau alat yang diperlukan atau memberikan instruksi tentang cara mendapatkan hal-hal yang diperlukan.
Memberitahu pasien
dengan jelas hal-hal yang harus dilakukan dengan instruksi tertulis. Memeriksa pemahaman mereka dengan
meminta mereka untuk menunjukan
cara melakukan prosedur tersebut.
8)
Berbicara dengan
hati-hati pada pasien dan keluarga tentang ramuan buatan rumah dan penyembuh tradisional. Mendorong
keluarga untuk memberitahu
dokter atau perawat bila pasien mengalami masalah kesehatan serius.
9)
Jika pasien perlu
mengikuti perawatan lanjutan di rumah, membuat rujukan sebelum pasien meninggalkan rumah sakit (Monica,
2005).
Ketika
menyiapkan pasien dan keluarga untuk pulang, selalu mengikuti prinsip dasar penyuluhan pasien yang
baik yaitu:
1)
Menjadwalkan
penyuluhan ketika pasien sadar dan berminat terhadap pembelajaran.
2)
Memulai dengan bahan
yang paling ingin pasien ketahui.
3)
Bila mempunyai
beberapa hal yang ingin diberitahukan kepada pasien, selalu dengan informasi yang paling
sederhana. Selanjutnya informasi yang lebih rumit.
4)
Menggunakan
kata-kata yang jelas, umum, bukan kata-kata medis.
5)
Menghentikan bila
pasien tampak bingung dan tanyakan apakah ia memahami.
6)
Bila perlu
mengulangi informasi tersebut, atau menjelaskan dalam kata- kata yang berbeda sampai anda yakin
bahwa ia memahami anda.
7)
Mendorong pasien
untuk memberikan komentar dan mengajukan pertanyaan dan untuk menunjukan pada anda apa yang ia
ketahui.
8)
Mendorong anggota
keluarga untuk mengajukan pertanyaan.
9)
Memastikan bahwa mereka memahami apa yang perlu
dilakukan.
10)
Menggunakan gambar
dalam penyuluhan anda dan berikan makalah, leflet/ folder sederhana dalam bahasa pasien.
11)
Memberikan jawaban
yang jelas untuk pertanyaan dan memberikan kenyamanan setenang mungkin, dengan cara tanpa
mengatakan bahwa ada yang
tidak benar (Ester, 2005).
c.
Implementasi
Menurut Feater dan Nicholas (1985) dikutip oleh Jackson
(1994) menyatakan hubungan yang aktif dan
baik antar tim pelaksana dan tersedianya dukungan dari semua pihak serta adanya fleksibilitas dari organisasi pelayanan yaitu Rumah Sakit dan Puskesmas.
Hal ini adalah faktor yang berpengaruh pada keberhasilan dalam rencana
pemulangan. Oleh karena itu untuk pelaksanaan pasien
meninggalkan rumah sakit perlu diperhatikan yaitu:
1)
Ketika pasien
meninggalkan rumah sakit, sekali lagi menekankan informasi yang telah anda berikan sebelumnya dan program
dokter untuk medikasi,
tindakan, atau peralatan khusus.
2)
Menekankan
perjanjian rujukan sehingga pasien jelas tentang hal-hal yang harus dilakukan.
3)
Menyakinkan pasien
dan keluarga memahami keterbatasan
pasien, seberapa lama hal ini akan
berlangsung, bagaimana mengenali tanda dan gejala yang perlu diwaspadai, dan tindakan yang harus
mereka lakukan untuk
membantu pemulihan pasien semaksimal mungkin.
4)
Mendorong pasien dan
keluarga untuk datang kembali ke rumah sakit bila kondisinya tidak membaik atau memburuk.
5)
Ketika pasien pulih,
memberikan motivasi untuk kembali ke kehidupan dan perannya yang normal seperti sebelum sakit (Ester,
2005).
d.
Out Come
Menurut Staff (1983) dikutip oleh Jackson (1994) bahwa
suatu hasil rehabilitasi yang efektif
merupakan kombinasi dari penyusunan perencanaan pemulangan sebelum klien masuk hingga klien keluar dari
Rumah Sakit. Menurut
Coble dan Mayers (1983) dikutip oleh Jackson (1994) menyatakan evaluasi secara kualitatif
akan memberikan gambaran adanya hubungan antara lamanya hari perawatan dengan besarnya biaya pelayanan
yang dikeluarkan dan proses
kepuasan klien terhadap hal tersebut. Apabila adanya pendekatan tim pada klien secara pribadi akan
memberikan hasil positif
yaitu terjadinya pengurangan hari dan biaya perawatan bagi klien. Marchete dan Holloman(1986) dikutip
oleh Jackson (1994) menyatakan bahwa pendekatan tim pada masa rehabilitasi akan meningkatkan kemampuan
klien dalam menentukan dan
mengatur kebutuhannya sehari-hari, melalui tim ini juga akan mempermudah untuk memperoleh informasi
dari pelayanan kesehatan
di masyarakat.
e.
Dokumentasi
Perencanaan pemulangan dalam pelaksanaannya perlu
adanya standar dalam dokumentasi
(Mc.Kenna, 2000). Perencanaan pemulangan dimulai dari pencatatan saat pengumpulan data,
sampai klien masuk karena perawatan (Fisbach,1994). Dokumentasi keperawatan merupakan catatan klien pada
proses keperawatan dan
pencatatan ini merupakan tanggung jawab dan tanggung gugat dari pelaksana perawatan. Dokumentasi
yang akurat pada proses
perencanaan pemulangan sangat penting dalam proses perawatan yang aman dan dapat dipertanggungjawabkan
( Nordstrom dan Garduff, 1996). Hal ini juga untuk menjamin perawatan klien secara berkelanjutan dan
terorganisir.
2.6 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behaviour). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2003).
Selanjutnya Notoatmodjo menambahkan bahwa apabila
penerimaan perilaku baru
melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang
positif, maka perilaku tersebut
akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya
apabila perilaku tidak didasari
oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan yaitu:
a.
Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall). Sesuatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu
tahu ini merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara
lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b.
Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c.
Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain. Misalnya dapat menggunakan
rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip
siklus pemecahan masalah didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
d.
Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
objek kedalam komponen-komponen, tetapi
masih dalam satu struktur suatu organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan
dan sebagainya.
e.
Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formula
baru dari
formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan- rumusan yang ada.
f.
Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar
(Suryani, 2006) yaitu:
1.
Faktor manusia:
Faktor ini bisa menyangkut pendidik maupun peserta didik. Hal yang berperan disini adalah :
a.
Kematangan
Kematangan di sini termasuk kematangan fisik, psikis,
dan sosial.
b.
Pengetahuan yang
diperoleh sebelumnya
Sejauh mana pengetahuan yang diperoleh baik oleh
pendidik maupun peserta
didik sangat berpengaruh pada proses belajar mengajar. Tentu akan lebih berhasil bila pendidik
maupun peserta didik telah banyak memperoleh pengetahuan yang sedang dipelajari.
c.
Motivasi
Bila pendidik dan peserta didik sama-sama memiliki
motivasi yang tinggi terhadap
materi yang sedang dipelajari tentu hasilnya lebih baik daripada sebaliknya.
2.
Faktor beban tugas
dan materi pendidikan kesehatan, sebagai berikut:
a.
Bentuk beban tugas
Beban tugas untuk mengubah perilaku yang memerlukan
ketrampilan otot mengendarai
sepeda tentu akan berbeda dengan hanya perilaku berupa yang menggunakan kata-kata seperti bernyanyi,
membaca puisi atau
membaca.
b.
Banyaknya materi
beban tugas
Bila beban tugas banyak dan kompleks tentu akan lebih
berat daripada yang materi pembelajaran
itu sedikit dan sederhana.
c.
Jelas
Materi yang jelas maka proses belajar mengajar akan
lebih baik.
d.
Lingkungan
Lingkungan masyarakat menentang beban tugas
pendidikan, tentu akan sulit
untuk berhasil baik.
3.
Cara pelaksanaan,
sebagai berikut:
a.
Fasilitas dan sumber
Bila fasilitas untuk belajar memadai sumber materinya
cukup tentu akan lebih
berhasil.
b.
Rutinitasnya
Proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara rutin
akan jauh lebih berhasil daripada yang bersifat insidental.
c.
Minat dan motivasi
Cara pembelajaran yang dilaksanakan demikian rupa
sehingga membangkitkan minat dan motivasi
peserta didik tentu akan lebih berhasil.
d.
Persiapan mental
Kesiapan mental untuk mengikuti pendidikan kesehatan
sangat diperlukan. Bila
peserta didik atau pendidiknya lagi ada masalah yang mengganggu ketentraman jawanya, tentu proses
belajar kurang sukses.
e.
Feed back atau umpan
balik
Feed back atau umpan balik cukup penting untuk
dilaksanakan. Pertama mengenai
feed back ini masalahnya bila ujian dibagikan kepada peserta didik, maka peserta didik akan mengetahui
kesalahannya dan akan memperbaiki di kemudian hari.
2.7 Keuntungan Discharge Planning
Keuntungan bagi pasien adalah:
a.
Dapat memenuhi kebutuhan
pasien
b.
Merasakan bahwa dirinya
adalah bagian dari proses perawatan sebagai bagian yang aktif dan bukan objek
yang tidak berdaya.
c.
Menyadari haknya untuk
dipenuhi segala kebutuhannya
d.
Merasa nyaman untuk
kelanjutan perawatannya dan memperoleh support sebelum timbulnya masalah.
e.
Dapat memilih prosedur perawatannya
f.
Mengerti apa yang terjadi pada dirinya dan mengetahui siapa yang dapat
dihubunginya.
Keuntungan bagi perawat :
a.
Merasakan bahwa keahliannya di terima dan dapat di gunakan
b.
Menerima informasi kunci setiap waktu
c.
Memahami perannya dalam system
d.
Dapat mengembangkan ketrampilan dalam prosedur baru
e.
Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang berbeda dan cara
yang berbeda.
f.
Bekerja dalam suatu system dengan efektif.
2.8 Justifikasi Metode Discharge Planning
Di Indonesia semua pelayanan keperawatan di Rumah Sakit, telah merancang
berbagai bentuk format Discharge Planning,
namun discharge planning kebanyakan
dipakai hanya dalam bentuk pendokumentasian resume pasien pulang, berupa
informasi yang harus di sampaikan pada pasien yang akan pulang seperti
intervensi medis dan non medis yang sudah diberikan, jadwal kontrol, gizi yang
harus dipenuhi setelah dirumah. Cara ini merupakan pemberian informasi yang
sasarannya ke pasien dan keluarga hanya untuk sekedar tahu dan mengingatkan,
namun tidak ada yang bisa menjamin apakah pasien dan keluarga mengetahui faktor
resiko apa yang dapat membuat penyakitnya kambuh, penanganan apa yang dilakukan
bisa terjadi kegawatdaruratan terhadap kondisi penyakitnya, untuk itu pelaksanaan discharge planning di rumah sakit apalagi dengan penyakit kronis
seperti stroke, diabetes mellitus, penyakit jantung dan lain-lain yang memiliki
resiko tinggi untuk kambuh dan berulangnya kondisi kegawatan sangat penting
dimana akan memberikan proses deep-learning
pada pasien hingga terjadinya perubahan perilaku pasien dan keluarganya dalam
memaknai kondisi kesehatannya.
Contoh
Discharge Planning
Contoh Discharge Planning yang diberikan pada
pasien TB Paru :
Yang prinsip pelaksanaannya tetap melalui proses
pengkajian, sehingga perawat dapat memulai discharge planning tergantung hasil pengkajian.
DISCHARGE
PLANNING PADA KLIEN TB PARU
Tahap
I
Pengetahuan
|
Tahap II
Tindakan
|
Tahap III
Pencegahan berulang
|
Tahap IV
Pertemuan keluarga
|
Tahap V
Rencana Tindak Lanjut
|
|||||
Objektif
|
Evaluasi
|
Objektif
|
Evaluasi
|
Objektif
|
Evaluasi
|
Objektif
|
Evaluasi
|
Objektif
|
Evaluasi
|
¨
Pengertian
TB
¨
Penyebab
TB
¨
Tanda
& Gejala
TB
¨
Penatalak
sanaan
¨
Komplikasi
¨
Cara
Penularan
¨
Pencega
han
¨
Diagnosis
TB
- Darah
- Rontgen
- Sputum
- Mantoux Test
|
Bagaimana
anda mengetahui bahwa penyakit yang anda rasakan berulang ?
Apa
yang anda lakukan bila mengalami batuk lama lebih dari 3 mg atau disertai
batuk darah
Berapa
lama anda akan minum obat jika mengalami sakit seperti ini ?
Apa
yang akan terjadi bila anda tidak menuntaskan minum obat
Bagaimana
anda bisa terkena penyakit ini ?
Apa
yang anda lakukan agar penyakit ini tidak menular kepada yang lain ?
Apa
yang anda lakukan untuk memastikan bahwa anda terkena penyakit paru ?
|
¨ Napas dalam
¨ Batuk efektif
¨ Relaksasi
¨ Posisi
|
Apa
yang anda lakukan bila anda merasakan dahak kental dan sulit keluar, dan
sesak nafas ?
|
¨
Nutrisi
¨
Obat
¨
Lingkungan
|
Makanan
apa yang bisa meningkatkan daya tahan tubuh
Apa
yang anda lakukan bila lupa minum obat ?
Bagaimana
upaya anda untuk menciptakan lingkungan yang sehat untuk penderita TB Paru ?
|
¨
Pengawasan
Obat
¨
Support
system
|
Siapa
yang akan menjadi PMO pasien?
Apa
yang akan PMO lakukan bila pasien malas minum obat Apa yang keluarga lakukan
agar mendapatkan dukungan untuk pengobatan sampai tuntas ?
|
1.
Menentukan
sarana pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau
2.
Menentukan
jadwal minum obat
|
Puskesmas
atau rumah sakit ?
|
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Discharge Planning adalah
suatu proses dimana mulainya pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang
diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam proses penyembuhan
maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap
untuk kembali ke lingkungannya. Discharge
Planning menunjukkan beberapa proses formal yang melibatkan team atau
memiliki tanggung jawab untuk mengatur perpindahan sekelompok orang kekelompok
lainnya.
Perawat adalah salah satu anggota team Discharge
Planner, dan sebagai discharge planner
perawat mengkaji setiap pasien dengan mengumpulkan dan menggunakan data yang
berhubungan untuk mengidentifikasi masalah actual
dan potensial, menentukan tujuan dengan atau bersama pasien dan
keluarga, memberikan tindakan khusus untuk mengajarkan dan mengkaji secara
individu dalam mempertahankan atau memulihkan kembali kondisi pasien secara
optimal dan mengevaluasi kesinambungan Asuhan Keperawatan.
3.2 Saran
Merupakan usaha keras perawat demi kepentingan pasien untuk mencegah
dan meningkatkan kondisi kesehatan pasien dan sebagai anggota tim kesehatan,
perawat berkolaborasi dengan tim lain untuk merencanakan, melakukan tindakan,
berkoordinasi dan memfasilitasi total
care dan juga membantu pasien memperoleh tujuan utamanya dalam meningkatkan
derajat kesehatannya.
Alur
Discharge Planning
|
|||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||
|
Keterangan:
1. Tugas
perawat primer
a. Membuat
perencanaan pulang (discharge planning)
b. Membuat leaflet
c. Memberikan
konseling
d. Memberikan
pendidikan kesehatan
e. Menyediakan
format discharge planning
f. Mendokumentasikan
discharge planning
2. Tugas
perawat associate
a. Melaksanakan
agenda discharge planning (pada saat
perawatan dan diakhiri perawatan).
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2002. Pedoman
nasional penanggulangan Tuberkulosis, cetakan ke 8. Jakarta: Depkes RI.
Harper E.A. 1998. Discharge planning: An
interdisciplinary method. Silverberg Press: Chicago, IL.
New Brunswick Department of Health and Wellness. 2002. Job
definition of a discharge planning coordinator. Author: Fredericton, NB.
0 komentar:
Posting Komentar