Rabu, 13 Mei 2015

asuhan keperawatan gizi buruk

LAPORAN PENDAHULUAN
GIZI BURUK
1.    Pengertian
Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi, protein serta makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Ada beberapa cara untuk mengetahui seorang anak terkena busung lapar (gizi buruk) yaitu :
1)        Dengan cara menimbang berat badan secara teratur setiap bulan. Bila perbandingan berat badan dengan umurnya dibawah 60% standar WHO-NCHS, maka dapat dikatakan anak tersebut terkena busung lapar (Gizi Buruk).
2)        Dengan mengukur tinggi badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA) bila tidak sesuai dengan standar anak yang normal waspadai akan terjadi gizi buruk.
2. Faktor Penyebab Gizi Buruk
Banyak faktor yang yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Penyebab gizi buruk terdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu:
1)    Kurangnya asupan gizi dari makanan.
Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan. Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi, dalam hal ini makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu air susu ibu, dan sesudah usia enam bulan anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B, serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah sering kali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
2)    Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Terjadinya kejadian infeksi penyakit ternyata mempunyai hubungan timbal balik dengan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Disisi lain anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk cakupan pelayanan kesehatan dasar terutama imunisasi, penanganan diare, tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan menentukan tinggi rendahnya kejadian penyakit infeksi. Mewabahnya berbagai penyakit menular akhir-akhir ini seperti demam berdarah, diare, polio, malaria, dan sebagainya secara hampir bersamaan dimana-mana, menggambarkan melemahnya pelayanan kesehatan yang ada di daerah. Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keaadaan gizi anak yang jelek.
Ada berbagai penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang diantaranya yaitu:
a.    Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. 
Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Namun kemiskinan kadang menjadikan hambatan dalam penyediaan pangan bagi keluarga.
b.    Pola pengasuhan anak kurang memadai.  
Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial. Di masa modern ini pengasuhan anak kadang kita serahkan kepada pembantu yang belum tentu tahu perkembangan dan kebutuhan makan anak.
c.    Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.   
Sistem pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Berbagai kesulitan air bersih dan akses sarana pelayanan kesehatan menyebabkan kurangnya jaminan bagi keluarga. Pokok masalah gizi buruk di masyarakat yaitu kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat ditanggulangi dengan adanya berbagai kegiatan yang ada di masyarakat seperti posyandu, pos kesehatan. 
Ketiga faktor tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, semaikin baik pola pengasuhan anak, dan semakin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
Berbagai faktor langsung dan tidak langsung di atas, berkaitan dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional. Pokok masalah di masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan masyarakat dan keluarga mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta ketidakmampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Akar masalah gizi buruk adalah kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia. Keadaan tersebut telah memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.



3. Tipe Gizi Buruk
Menurut situs Dinas Kesehatan Pemda Ibukota Jakarta, keadaan gizi buruk ini secara klinis dibagi menjadi 3 tipe:
1) Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah besar. Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori. Nama kwashiorkor berasal dari suatu daerah di Afrika, artinya “penyakit anak yang terlantar” atau disisihkan karena ibunya mengandung alergi dan tidak lagi memberikan air susu ibu padanya. Tanpa mengganti air susu ibu dan dapat tambahan pangan yang seimbang anak (umumnya berumur kurang lebih 18 bulan) kurang mendapat protein. Jenis penyakit ini sering dijumpai pada bayi dan anak usia 6 bulan sampai 5 tahun pada keluarga berpenghasilan rendah, dan umumnya kurang sekali pendidikannya. Kasus-kasus kwashiorkor yang tidak dilakukan penanganan atau penanganannya yang terlambat, akan memberikan akibat yang fatal. Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut diatas antara lain:
a.    Pola makan
Protein adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadinya kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
b.    Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-temurun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
c.    Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.
d.   Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
Tanda dan gejala klinis yang timbul pada kwashiorkor antara lain:
a)        Rambut tipis berwarna merah seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit.
b)        Edema pada seluruh tubuh terutama pada punggung kaki dan bila ditekan akan meninggalkan bekas.
c)        Kelainan kulit (dermatosis) seperti timbulnya ruam berwarna merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas.
d)       Wajah membulat dan sembab (moon face).
e)        Pandangan mata sayu.
f)         Pembesaran hati.
g)        Sering disertai penyakit infeksi akut,  diare, ISPA, dll.
h)        Perubahan status mental menjadi cengeng, rewel, kadang apatis.
i)          Otot mengecil (hipotrofi) dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga ukuran LILA-nya kurang dari 14 cm.
Dari sekian banyak gejala klinis, ada beberapa gejala klinis tersebut yang khas pada penderita kwashiorkor. Tanpa gejala klinis yang khas ini, penegakkan diagnosis kwashiorkor tidak dapat ditegakkan. Gejala yang khas tersebut adalah edema, rambut yang tidak hitam, mudah rontok, jarang dan tipis, perut buncit karena hepatomegali, dan crazy pavement dermatosis. Karena adanaya edema, maka kwashiorkor bisa disebut edematous protein calorie malnutrition.
2) Marasmus
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot (Dorland, 1998:649). Yang mencolok pada keadaan nutritional marasmus ialah pertumbuhan yang berkurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak bawah kulit. Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital (Nelson,1999). Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat (Dr. Solihin, 1990:116).
Tanda dan gejala yang terjadi seperti:
a)        Wajah seperti orang tua.
b)        Mudah menangis/cengeng dan rewel.
c)        Sering disertai penyakit infeksi (diare, umumnya kronis berulang, TBC).
d)       Badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit.
e)        Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai celana longgar-baggy pants).
f)         Perut cekung.
g)        Iga gambang. Karena tidak ada edema, maka marasmus sering disebut non edematous protein calorie malnutrition.
3) Marasmic-Kwashiorkor
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashiorkor dengan gabungan gejala yang menyertai seperti:
a.    Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
b.    Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
c.    Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolik seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.
d.   Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.
Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-gejala masing-masing penyakit tersebut.        
4. Akibat Gizi Buruk
1)      Menyebabkan kematian bila tidak segera ditanggulangi oleh tenaga kesehatan.
2)      Kurang cerdas.
3)      Berat dan tinggi badan pada umur dewasa lebih rendah dari normal.
4)      Sering sakit infeksi seperti batuk, pilek, diare, TBC, dan lain-lain.
5. Pencegahan Gizi Buruk
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak, yaitu:
1)      Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2)      Anak diberi makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3)      Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4)      Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5)      Jika anak menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidratlemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
6. Penatalaksanaan
Makanan atau minuman dengan biologic tinggi gizi kalori atau protein. Pemberian secara bertahap dari bentuk dan jumlah mula-mula cair (seperti susu) lunak (bubur) biasa (nasi lembek).
1)   Prinsip pemberian nutrisi:
a.       Porsi kecil, sering, rendah serat, rendah laktosa
b.      Energy atau kalori: 100 Kkal/kg BB/hari
c.       Protein: 1-1,5 g/kg BB/hari
d.      Cairan: 130 ml/kg BB/hari ringan-sedang: 100 ml/kg BB/hati edema berat
2)    Obati/ cegah infeksi: Antibiotik
a.       Bila tampak komplikasi: cotrymoksasol 5 ml
b.      Bila anak sakit berat: ampicillin 50 mg/kg BB IM/IV Setiap 6 jam selama 2 hari
3)   Untuk melihat kemajuan/perkembangan anak
a.      Timbang berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
b.      Catat kenaikan BB anak tiap minggu
7. Komplikasi Gizi Buruk
1)   Hipotemi
2)   Hipoglikemi.
3)   Infeksi
4)   Diare dan Dehidrasi
5)   Syok
a.    Penyebab Hipotermi
a)      Tidak/kurang/jarang diberi makan
b)      Menderita Infeksi
c)      Paparan angin :
*      Genting bocor
*      Dinding berlubang
*      Tidur dekat pintu
*      Selimut dan topi kurang rapat
d) Menempel benda yang dingin:
*      Tidur dilantai
*      Mandi terlalu lama
*      Popok basah tidak segera diganti(ngompol,Diare)
b. Penyebab Hipoglikemi
a)      Tidak dapat/kurang/jarang dapat makan
b)      Penyakit Infeksi
Gejala : 
a)      Hipotemi (<35 oc)
b)      Lemah
c)      Penurunan kesadaran



















ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
GIZI BURUK

1.    Pengkajian
a.       Identitas: Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, No Register, agama, tanggal masuk Rs , dll.
b.      Keluhan utama: Tidak ada nafsu makan dan muntah.
c.       Riwayat penyakit sekarang: Gizi buruk biasanya ditemukan nafsu makan kurang kadang disertai muntah dan tubuh terdapat kelainan kulit (crazy pavement).
d.      Riwayat penyakit dahulu: Apakah ada riwayat penyakit infeksi, anemia, dan diare sebelumnya.
e.       Riwayat kesehatan keluarga: Apakah ada keluarga yang lain menderita gizi buruk
2.    Pemeriksaan fisik
a.       Inspeksi
·         Mata: agak menonjol
·         Wajah: membulat dan sembab
·         Kepala: rambut mudah rontok dan kemerahan
·         Abdomen: perut terlihat buncit
·         Kulit: adakah Crazy pavement dermatosis, keadaan turgor kulit,
odema.
b.      Palpasi
Pembesaran hati ± 1 inchi
c.       Auskultasi
Peristaltic usus abnormal
3.    Pemeriksaan penunjang
1)      Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah meliputi Hb, albumin, globulin, protein total, elektrolit serum, biakan darah.
2)      Pemeriksaan urin.
Pemeriksaan urine meliputi urine lengkap dan kulture urine.
3)      Uji faal hati
4)      EKG
5)      X foto paru
4.    Diagnosa keperawatan
1.      Pemenuhan nutrisi kurang daari kebuituhan tubuh b.d intake nutrisi tidak adekuat.
2.      Kerusakan integritas kulit b.d perubahan nutrisi, dehidrasi.
3.      Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang kondisi, prognosi dan kebutuhan nutrisi
4.      Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
5.    Intervensi
1)   Pemenuhan nutrisi kurang dari kebuituhan tubuh b.d intake nutrisi tidak adekuat.
Tujuan: nutrisi klien terpenuhi dalam 2 minggu
Kriteria hasil :
*      Klien tidak muntah lagi
*      Nafsu makan kembali normal
*      Edema Berkurang /Hilang
*      BB sesuai dengan umur (berat badan ideal 10 kg tanpa edema)
Rencana:
a.    Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.
R/ Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
b.    Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.
R/ Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
c.     Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
R/ Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.
d.    Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.
R/ Menilai perkembangan masalah klien.
2)   Kerusakan integritas kulit b.d perubahan nutrisi, dehidrasi.
Tujuan: Integritas kulit kembali normal.
Kriteria hasil:
*      Gatal hilang/berkurang.
*      Kulit kembali halus, kenyal dan utuh.
Rencana:
a.       Anjurkan pada keluarga tentang pentingnya merubah posisi sesering mungkin.
b.      Anjurkan keluarga lebih sering mengganti pakaian anak bila basah atau kotor dan kulit anak tetap kering.
c.       Kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan lebih lanjut.
3)   Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang kondisi, prognosi dan kebutuhan nutrisi
Tujuan: Pengetahuan keluarga bertambah.
Kriteria hasil:
*      Keluarga mengerti dan memahami isi penyuluhan.
*      Dapat mengulangi isi penyuluhan.
*      Mampu menerapkan isi penyuluhan di rumah sakit dan nanti sampai di rumah.
Rencana:
1.      Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.
2.      Jelaskan tentang:
a.    Nama penyakit anak.
b.    Penyebab penyakit.
c.    Akibat yang ditimbulkan.
d.   Pengobatan yang dilakukan.
3.      Jelaskan tentang:
a.    Pengertian nutrisi dan pentingnya.
b.    Pola makan yang betul untuk anak sesuai umurnya.
c.    Bahan makanan yang banyak mengandung vitamin terutama banyak mengandung protein.
4.      Beri kesempatan keluarga untuk mengulangi isi penyuluhan.
5.      Anjurkan keluarga untuk membawa anak kontrol di poli gizi setelah pulang dari rumah sakit.
4) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
Tujuan : Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.
Kriteria Hasil:
*      Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
*      Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar usia.
Rencana:
1.      Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai usia anak.
R/  Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak.
2.      Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.
R/ Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.
3.      Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
R/  Menilai perkembangan masalah klien.
4.      Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
R/ Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa dan personal/sosial.
5.      Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (Puskesmas/Posyandu)
R/ Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.




























DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Doengoes, E, Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Vol. 3. Jakarta: EGC.
Behrman, R. E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak: Nelson, Edisi 15, vol 1. Jakarta: EGC.


0 komentar:

Posting Komentar