Senin, 08 Oktober 2012

asuhan keperawatan apendisitis


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
 Penyakit inflamasi pada sistem pencernaan sangat banyak, diantaranya appendisitis dan divertikular disease. Appendisitis adalah suatu penyakit inflamasi pada apendiks diakibanya terbuntunya lumen apendiks. Divertikular disease merupakan penyakit inflamasi pada saluran cerna terutama kolon. Keduanya merupakan penyakit inflamasi tetapi penyebabnya berbeda. Appendisitis disebabkan terbuntunya lumen apendiks. dengan fecalit, benda asing atau karena terjepitnya apendiks, sedang diverticular disebabkan karena massa feces yang terlalu keras dan membuat tekanan dalam lumen usus besar sehingga membentuk tonjolan-tonjolan divertikula dan divertikula ini yang kemudian bila sampai terjepit atau terbuntu akan mengakibatkan diverticulitis.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu Negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Sedangkan insiden diverticulitis lebih umum terjadi pada sebagian besar Negara barat dengan diet rendah serat. Lazimnya di Amerika Serikat sekitar 10%. Dan lebih dari 50% pada pemeriksaan fisik orang dewasa pada umur lebih dari 60 tahun menderita penyakit ini.
Apendisitis dan divertikulitis termasuk penyakit yang dapat dicegah apabila kita mengetahui dan mengerti ilmu tentang penyakit ini. Seorang perawat memiliki peran tidak hanya sebagai care giver yang nantinya hanya akan bisa memberikan perawatan pada pasien yang sedang sakit saja. Tetapi, perawat harus mampu menjadi promotor, promosi kesehatan yang tepat akan menurunkan tingkat kejadian penyakit ini.  
Sehingga makalah ini di susun agar memberi pengetahuan tentang penyakit apendisitis dan diverticulitis sehingga mahasiswa calon perawat dapat lebih mudah memahami tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, asuhan keperawatan, penatalaksanaan medis pada pasien dengan apendisitis dan diverticulitis. 
1.2  Rumusan Masalah
Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada apendisitis ?
1.3  Tujuan
1.3.2 Tujuan umum
Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada apendisitis.
        1.3.2 Tujuan khusus
  1. Mengidentifikasi definisi dari apendisitis
  2. Mengidentifikasi anatomi dan fisiologi apendisitis
  3. Mengidentifikasi etiologi dari apendisitis
  4. Mengidentifikasi klasifikasi dari apendisitis
  5. Mengidentifikasi patofisiologi dari apendisitis
  6. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari apendisitis
  7. Mengidentifikasi penatalaksanaan dari apendisitis
  8. Mengidentifikasi asuhan keperawatan dari apendisitis
1.4  Manfaat 
1.4.1 Mahasiswa mengetahui konsep dasar apendisitis
1.4.2 Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan pada apendisitis






BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)
2.2 Anatomi dan Fisiologi
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis. Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen (Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna (Nasution,2010).
Gambar 1.1 Apendisitis
     
2.3 Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat menyebabkan sumbatan.
     Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.(Anonim,2008)
2.4 Klasifikas pendisitis
2.4.1 Apendisitis akut
        Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
Gambar 1.2 Apendisitis akut
                       
2.4.2 Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
Gambar 1.3 Apendisitis purulenta
                    
2.4.3 Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.

Gambar 1.4 Apendisitis kronik
                            
2.4.4 Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.
 2.4.5 Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi. 
2.4.6 Tumor Apendiks (Adenokarsinoma apendiks)
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
2.4.7 Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.
2.5 Patofisiologi
Pada umumnya obstruksi pada appendiks ini terjadi karena :
a.          Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b.         Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c.          Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d.         Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
e.          Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
f.          Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja   dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
g.         Tergantung pada bentuk appendiks
h.         Appendik yang terlalu panjang.
i.           Messo appendiks yang pendek.
j.           Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
k.         Kelainan katup di pangkal appendiks.
Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces) atau benda asing, apendiks terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi tersebut menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna,  meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus. Appendiks mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).
2.6 Maninfestasi klinis
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni:
1.    Anoreksia biasanya tanda pertama.
2.    Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
3.    Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya:
1.   Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)
Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.
2.   Penyakit Radang Usus Buntu kronik
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)
Pemeriksaan Diagnosa Penyakit
          Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology:
Pemeriksaan fisik.
a.    Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
b.    Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
c.    Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
d.   Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
e.    Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
f.     Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram.
2.7 Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan appendisitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang tak tertangani yakni:
1. Perforasi dengan pembentukan abses
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.




2.8              Pathway

Idiopatik
Kerja fisik yang keras
Konsumsi makan
Fekalit/Masa keras feses

Obstruksi lumen apendiks

Suplay aliran darah menurun, mukosa terbendung

Inflamasi appendiks, mengalami edema

Menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna

Peningkatkan tekanan intraluminal

Menghambat aliran limfe

Menimbulkan nyeri epigastrium




 



S
 

                                                                  
Nyeri

Distensi Abdomen
Menekan Gaster

Peningkatan Produksi HCL

Mual,Muntah


Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
*        Perforasi
*        Abses
*        Peritoneum

Appendiktomy

Insisi Bedah

Resiko Tinggi Infeksi

 

















                                                                                                                                        

                                                                          
                                                                   BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA APENDISITIS

3.1 PENGKAJIAN
A. Anamnesa
1. Data demografi.
Nama, Umur : sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun, Jenis kelamin, Status perkawinan, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, Nomor register.
2. Keluhan utama.
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
4. Riwayat penyakit sekarang
B. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien nampak gelisah.
B4 (Bladder) : -
B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal dan kadang-kadang terjadi diare.
B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

3.2  ANALISA DATA
No
Data
Etiologi
Masalah keperawatan
1
DS:
-  Nyeri
-  Mual
-  Muntah
DO:
-  Penurunan berat badan
-  Anorexia
-  Infeksi epigastrium
Fekalit/masa keras feses
Obstruksi lumen apendiks
Suplai aliran darah menurun, Mukosa terbendung
Inflamasi apendik, mengalami edema
Perforasi, abses, peritonium
Appendiktomy
Insisi Bedah

Resiko tinggi terhadap infeksi
2
DS:  - Haus
DO:
-  Usia lanjut
-  Kelebihan berat badan
-  Defisit pengetahuan
-  Immobilitas fisik
-  Pengobatan (diuretik)
Fekalit/masa keras feses
Obstruksi lumen apendiks
Suplai aliran darah menurun, Mukosa terbendung
 

Inflamasi apendik, mengalami edema
Distensi abdomen
Menekan gaster
Peningkatan produksi HCL
Mual, muntah

Volume cairan kurang dari kebutuhan
3
DS:
-  Kram abdomen
-  Nyeri abdomen dengan atau tanpa penyakit
-  Merasakan Ketidakmampuan untuk mengingesti makanan
-  Melaporkan perubahan sensasi rasa
-  Melaporkan kurangnya makanan
-  Merasa kenyang segera setelah mengingesti makanan
-  Indigesti
DO:
-  Tidak tertarik untuk makan
-  Kerapuhan kapiler
-  Diare dan atau steatore
-  Adanya bukti kekurangan makanan
-  Kehilangan rambut yang berlebihan
-  Bising usus hiperaktif
-  Kurang informasi
-  Kurangnya minat pada makanan
-  Konjungtiva dan membran mukosa pucat
-  Tonus otot buruk
-  Menolak untuk makan
-  Luka, rongga mulut inflamasi
Fekalit/masa keras feses
Obstruksi lumen apendiks
Suplai aliran darah menurun, Mukosa terbendung
Inflamasi apendik, mengalami edema
Distensi abdomen
Menekan gaster
Peningkatan produksi HCL
Mual, muntah


Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4
Ds:
-  Keletihan
-  Takut kembali terluka
Do:
-  Atrofi kelompok otot yang terlibat
-  Anoreksia
-  Perubahan kemampuan untuk meneruskan aktivitas sebelumnya
-  Perubahan pola tidur
-  Penurunan interaksi dengan orang lain
-  Perubahan berat badan
Fekalit/masa keras feses
Obstruksi lumen apendiks
Suplai aliran darah menurun, Mukosa terbendung
Inflamasi apendik, mengalami edema
Aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna
Penurunan tekanan intraluminal
Menghambat aliran limfe
Nyeri epigastrium
Nyeri
 Diagnosa Keperawatan
Dx 1:   Resiko tinggi terhadap infeksi behubungan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak adekuatnya pertahanan utama.
Dx 2:   Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
Dx 3:   Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
Dx 4:   Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah.

3.3 PLANNING

No
Diagnosa
Planning
Intervensi
Rasional
1.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak adekuatnya pertahanan utama.
Tujuan:
Kriteria Hasil : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi atau inflamasi.
a.   Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
b.   Lakukan pen-cucian tangan yang baik dan perawatn luka aseptic. Berika perawatan paripurna.
c.    Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema.
d.   Berikan informasi yang tepat dan jujur pada pasien
e.    Ambil contoh drainage bila diindikasikan.
f.    Berikan antibiotic sesuai indikasi/
· Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis.
· Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
· Memberikan deteksi dini terjainya proses infeksi, dan atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
· Pengetahuan tenteng kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan anxietas.
· Kultur pewarnaan gram dan sensitifias berguna untuk mengidentifikasi organism penyebab dan pilihan terapi.
· Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organism (pada innfeksi yang telah ada sebelumnya) utuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen.
Mandiri
·   Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatkan nyeri abdomen.
·   Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic. Berikan perawatan paripurna.
·   Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drein (bisa dimasukkan), adanya eritema.
·   Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/orang terdekat.
Kolaborasi
·  Ambil contoh drainase bila diindikasikan.
·  Berikan antibiotic sesuai indikasi. 
·  Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan

·       Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis.
·       Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
·       Memberikan deteksi dini terjadi proses  infeksi, dan/atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
·       Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungn emosi, membantu menurunkan ansietas.
·       Kultur pewarnaan Gram dan sensitivities berguna untuk mengidentifikasikan organism penyebab dan pilihan terapi.
·       Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organism (pada infeksi yang telah ada pertumbuhannya pada rongga abdomen.
·       Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir.

2.
Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan :
Kriteria Hasil : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual haluaran urine adekuat.

Mandiri
·      Awasi tekanan darah nadi.
·      Lihat membrane mukosa, kaji tugor kulit dan pengisian kapiler.
·      Awasi masukan dan haluaran, catat warna urine/konsentrasi, berat jenis.
·      Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus.
·      Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir.
Kolaborasi
·      Pertahankan penghisapan gaster/usus.
·      Berikan cairan IV dan elektrolit
·     Tanda yang membantu mengidentifikasikan fluktuasi volume intravaskuler.
·     Indicator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
·     Penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
·     Indicator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral.
·     Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah
·     Selang NG biasanya dimasukkan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase segera pascaoperasi  untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah mentah.
·     Peritoneum bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia.
·     Dehidrasi dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit

3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.


Tujuan :
Kriteria Hasil : BB normal,
Mandiri
Buat jadwal masukan tiap jam. anjurkan mengukur cairan/makanan dan minum sedikit demi sedikit atau makan dengan perlahan.
Timbang berat badan tiap hari. buat jadwal teratur setaelah pulang.
Tekankan pentingnya menyadari kenyang dan menghentikan masukan.
Beritahu pasien untuk duduk saat makan/minum.
Tentukan makanan yang membentuk gas.
Diskusikan yang disukai pasien dan masukan dalam diet murni.
Kolaborasi
Berikan diet cair, lebih lembut, tinggi protein dan serat, dan rendah lemak, dengan tambahan cairan sesuai kebutuhan.
Rujuk ke ahli gizi
Berikan tambahan vitamin seperti B12 injeksi, folat, dan kalsium sesuai indikasi.
Setelah tindakan pembagian, kapasitas gaster menurun kurang lebih 50 ml, sehingga perlu makan sedikit/sering.
Pengawasan kehilangandan alat pengkajian kebutuhan nutrisi/keefektifan terapi.
Makan berlebihan dapat menyebabkan mual/muntah atau kerusakan operasi pembagian.
Menurunkan kemungkinan aspirasi.
Dapat mempengaruhi nafsu makan/pencernaan dan membatasi masukan nutrisi.
Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/kontrol.
Memberikan nutrisi tanpa menambah kalori. catatan: diet cair biasanya dipertahankan selama 8 minggu setelah prosedur pembagian.
Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.
Tambahan dapat diperlukan untuk mencegah anemia karena gangguan absorpsi. Peningkatan motilitas usus setelah prosedur bypass merendahkan kadar kalsium dan meningkatkan absorpsi oksalat, dimana dapat menimbulkan pembentukan batu urine.
4.
Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah
Tujuan :
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks mampu tidur/ istirahat dengan tepat.

Mandiri
·      Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, berat (skala 0-10). Sakit dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
·      Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler.
·      Dorong ambulasi dini.
·      Berikan aktivitas hiburan.
Kolaborasi
·      Pertahankan puasa/penghisapan NG pada awal
·      Berikan analgesic sesuai indikasi
·      Berikan kantong es pada abdomen.

·      Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
·      Perubahan pada kerakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medic dan intervensi.
·      Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
·      Meningkatkan normalitas fungsi organ, contoh merangsang peristaltic dan kelancaran flatus, menurunkan ketidak nyamanan abdomen.
·      Focus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
·      Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltic usus dini dan iritasi gaster/muntah.
·      Menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama intervensi terapi lain contoh ambulasi, batuk.
·      Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.


3.4 IMPLEMENTASI
No
Dx
Hari/tgl
Implementasi
Paraf
1.
1

Senin, 23 April 2012
·  Jam 08.00-08.05
·  Jam 08.05-08.15
·  Jam 08.15-08.20
Menghindari infeksi
  • Melakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic
  • Mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi
  • Memberikan antibiotic sesuai indikasi

2.
2

Selasa, 24 April 2012
·  Jam 08.00-08.05
·  Jam 08.05-08.10
·  Jam 08.10-08.15
·  Jam 08.15-08.25
·  Jam 08.25-08.30
·  Jam 08.30-08.35
Mempertahankan keseimbangan cairan
  • Mempertahankan catatan intake dan output yang akurat.
  • Memonitor vital sign dan status hidrasi.
  • Memonitor status nutrisi
  • Mengawasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
  • Berkolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
  • Mengatur kemungkinan transfusi darah.

3.
3
Rabu, 25 April 2012
·   Jam 08.00-08.05
·   Jam 08.05-08.10
·   Jam 08.10-08.20
·   Jam 08.20-08.25
·   Jam 08.25-08.35
Memenuhi kebutuhan nutrisi
  • Menentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
  • Memantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
  • Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
  • Meminimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
  • Mempertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

4.
4
Kamis, 26 April 2012
·  Jam 08.00-08.15
·  Jam 08.15-08.20
·  Jam 08.20-08.35
·  Jam 08.35-08.40
·  Jam 08.40-08.45
·  Jam 08.45-08.50
Mengurangi nyeri
  • Melakukan pengkajian nyeri, secara komprehensif meliputi lokasi, keparahan.
  • Mengobservasi ketidaknyamanan non verbal
  • Menggunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
  • Mengendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
  • Menganjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan teknik relaksai saat nyeri.
  • Berkolaborasi medis dalam pemberian analgesic.


3.5 EVALUASI

No
Evaluasi
1
Jam:
S: Pasien mengatakan tidak ada tanda infeksi
O: Menunjukan tidak ada tanda infeksi: Luka sembuh tanpa tanda infeksi, Cairan yang keluar dari luka tidak purulen
A: Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
2
Jam:
S: Pasien mengatakan tidak merasa haus lagi
O: Cairan tubuh seimbang: Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal, Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal, Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
A: Masalah teratasi
P: Intervensi di hentikan
3
Jam:
S: Pasien mengatakan tidak merasa lapar
O: Nutrisi terpenuhi: Mempertahankan berat badan, Toleransi terhadap diet yang dianjurkan, Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi dan Turgor kulit baik
A: Masalah teratasi
P: Intervensi di hentikan
4
Jam:
S: Pasien mengatakan tidak nyeri lagi
O: Melaporkan berkurangnya nyeri: Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol dan Klien tampak rileks, mampu tidur/istirahat
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
















BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
4.2  Saran
Mahasiswa keperawatan harus benar-benar memahami konsep dasar penyakit apendisitis dan diverkulitis ini sebelum benar-benar mempraktekkannya di rumah sakit.












DAFTAR PUSTAKA
 
Burner and suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.volume 2. Jakarta : EGC.
Engram, Barbara, 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah  Vol 2. Jakarta : EGC.
Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2.Jakarta : EGC.
Marylin E. Doenges.2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC
Mansjoer. A.dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius
Johnson, Marion,dkk.2000. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.

0 komentar:

Posting Komentar