Minggu, 23 September 2012

asuhan keperawatan atelektasis


MAKALAH
KEPERAWATAN ANAK 2
ASUHAN KEPERAWATAN ATELEKTASIS



Oleh:
Dwi Apriadi                           (10620312)     
Marienlanda Kahar R          (10620328)




PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah tentang “atelektasis” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Anak 2 Ns. Fatma Sayekti R, S.Kep.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari buku panduan dan hasil dari browsing internet yang berkaitan dengan atelektasis dan hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut.
Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita,dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai atelektasis dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi para praktisi medis yang bersangkutan dengan hal-hal ini.
Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.



Kediri, 19 September 2012

      Penyusun


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Atelektasis berkenaan dengan kolaps dari bagian paru. Kolaps ini dapat meliputi subsegmen paru atau seluruh paru. Atelektasis dapat terjadi pada wanita atau pria dan dapat terjadi pada semua ras. Atelektasis lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda daripada anak yang lebih tua dan remaja.
Stenosis dengan penyumbatan efektif dari suatu bronkus lobar mengakibatkan atelektasis (atau kolaps) dari suatu lobus, dan radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan lobus. Secara patologik, hampir selalu ada pula kelainan-kelainan lain di samping tidak adanya udara daripada lobus dan posisi yang disebabkannya daripada dinding-dinding alveolar dan bronkhiolar.
1.2  Rumusan Masalah
Bagaimanakah proses asuhan keperawatan atelektasis?
1.3  Tujuan
1.3.2 Tujuan umum
   Menjelaskan asuhan keperawatan atelektasis
          1.3.2 Tujuan khusus
1.    Mengidentifikasi pengertian atelektasis
2.    Mengidentifikasi etiologi atelektasis
3.    Mengidentifikasi patogenesis atelektasis
4.    Mengidentifikasi pembagian atelektasis
5.    Mengidentifikasi patologi atelektasis
6.    Mengidentifikasi gejala klinis atelektasis
7.    Mengidentifikasi diagnosis atelektasis
8.    Mengidentifikasi prognosis atelektasis
9.    Mengidentifikasi pengobatan atelektasi
10. Mengidentifikasi pencegahan atelektasis
11.  Pathway
12.  Mengidentifikasi asuhan keperawatan atelektasis
1.4  Manfaat
1.4.1 Mahasiswa mengetahui konsep dasar atelektasis
1.4.2 Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan pada atelektasis

 
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Atelektasis adalah pengembangan tak sempurna atau kempisnya (kolaps) bagian paru yang seharusnya mengandung udara. (staf pengajar ilmu kes anak FKUI, 1985).
Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang kolaps tidak mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas. Kondisi ini mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan pernafasan berkurang. ( Elizabeth J.Corwin , 2009)
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
2.2 Etiologi
1. atelektasis bawaan
Sering ditemukan pada bayi yang ditemukan mati atau bayi yang mati segera setelah lahir jika sebelum sempat terjadi tangis yang pertama. Atelektasis bawaan yang primer sering dijumpai pada otopsi bayi premature, diduga penyebabnya adalah karena jaringan paru atau diafragma atau otot pernafasan yang belum matur.
2. atelektasis didapat
Atelectasis ini relative sering terjadi pada bayi dan anak. Kempis paru dapat terjadi karena beberapa hal yang sifatnya eksternal (dari luar paru) dan internal (dari dalam paru). Penyebab eksternal diantaranya ialah:
a. Gangguan pada bentuk dan gerakan dinding toraks, misalnya deformitas pada tulang rusuk dan tulang punggung, kelainan neuromuscular dan mungkin terjadi karena pembalut yang terlalu kencang setelah suatu operasi.
b. Gangguan pada diafragma, misal karena paralisi saraf frenikus atau karena tekanan dari rongga abdomen.
c. Gangguan yang langsung mempengaruhi pengembangan paru, misal efusi pleural pneumotoraks, tumor intra toraks, hernia diafragmatika dan lain-lain
d. Tekanan langsung terhadap bronkus atau alveolus, misalnya karena pembesaran getah bening, tumor intratoraks dan lain-lain.
Penyebab internal yang utama adalah adanya sumbatan didalam bronkus atau bronkiolus, antara lain dapat terjadi oleh mukus, jaringan neoplasma jaringan granulomatous, absesparu, bronchitis menaun dan lain-lain




2.3 Patogenesis
Pada saat terjadi sumbatan pada bronkus, udara bagian paru yang bersangkuatan akan terjebak. Lambat laun udara tersebut akan dihisap oleh aliran darah yang melalui daerah itu. Cepat lambatnya atau luas tidaknya atelectasis yang terjadi akan tergantung oleh beberapa hal, misalnya: susunan gas yang ada didalam udara yang terjebak, yaitu oksigen akan lebih cepat diserap dari pada nitrogen atau helium, ada tidaknya saluran yang dapat meloloskan udara yang terjebak itu dan kemungkinan yang dapat terjadi adalah adanya ventilasi korateral sehinga udara dapat lolos melalui pori yang terdapat antara alveoli atau melalui fistula bronkiolo-alveolar yang terjadi antara daerah atelektasis dengan daerah paru disekelilingnya yang tak terjadi penyumbatan.
Adanya masa intratoraks dapat menyebabkan terjadinya kempis paru karena penekanan langsung oleh masa tersebut terhadap paru misal oleh tumor atau saluran pencernaan yang masuk kedalam rongga toraks karena adanya hernia diafrakmatika atau eventerasi diafragma. Meningginya tekanan intrapleural dapat pula menyebabkan terjadinya atelektasis, misal bila terjadi pengumpulan udara, darah, eksudat dan lain lain dalam rongga pleura.
Kelainan yang dapat menimbulkan kempis paru ialah kelainan yang sifatnya non-obstruktif. Hal yang cukup dikenal karena sering dijumpai pada bayi baru lahir adalah atelektasis yang disebabkan oleh defek pada lapisan alveoli yang dikenal dengan nama surfaktan. Dalam keadaan normal, surfaktan sanggup mencegah kempisnya alveoli karena tegangan permukaan yang diciptakannya dapat mengimbangi perubahan tekanan didalam alveoli itu sendiri. Kelainan non-obstruktif lain yang dapat menimbulkan atelektasis adalah kelain neuromuscular, misal kelumpuhan diafragma,otot interkosta dan lain-lain.
2.4 Pembagian Atelektasis
Menurut luasnya atelektasis dibagi :
a.    Massive atelectase, mengenai satu paru
b.    Satu lobus, percabangan main bronchus
Gambaran khas yaitu tumor ganas bronkus dengan atelectase lobus superior paru.
3.    Satu segmen  → segmental atelectase
4.    Platelike atelectase, berbentuk garis
Misal : Fleischner line  →  oleh tumor paru
Bisa juga terjadi pada basal paru  →  post operatif



2.5 Patologi
Daerah atelectasis tidak mengandung udara. Terdapat kongesti sehingga tampak berwarna merah tua dan berkonsisten sikenyal. Jaringan paru disekitarnya dapat normal dan mungkin juga terjadi emfisema. Kalau daerah atelectasis itu luas sehingga melibatkan lebih dari 1 lobus maka sering terjadi emfisema kompensasi pada lobus lain yang tidak terkena         atelectasis.
2.6 Gejala Klinis
Gejala klinis sangat berfariasi, tergantung pada sebab dan luas atelectasis. Pada umumnya atelectasis yang terjadi pada penyakit tuberkolosis, limfoma, neoplasma, asma dan penyakit yang disebabkan oleh infeksi misalnya bronchitis, bronkopneumonia dan lain-lain jarang menimbulkan gejala klinis yang jelas, kecuali bila terjadi obstuksi pada bronkus utama. Jika daerah atelectasis itu luas dan terjadi dengan cepat, akan terjadi dispnu dengan pola pernafasan yang cepat dan dangkal , takikardi dan sering terjadi sianosis. Pada perkusi redup dan mungkin pula normal bila terjadi emfisema kompensasi. Pada atelectasis yang luas atau atelectasis yang melibatkan lebih dari 1 lobus , bising nafas akan melemah atau sama sekali tidak terdengar. Kalau diteliti lebih lanjut biasanya akan diketahui adanya perbedaan gerak dinding toraks, gerak sela iga dan diafragma. Pada perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser, letak diafragma mungkin meninggi. Pada anak yang sehat tapi tiba-tiba menderita sesak nafas disertai sianosis, kita harus waspada terhadap terjadinya atelectasis yang luas atau massif yang disebabkan oleh penyumbatan salah satu bronkus utama oleh benda asing.
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan.
Gejalanya bisa berupa :
1. Gangguan Pernafasan
2. Nyeri Dada
3. Batuk
Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah).



2.7 Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan dengan mudah berdasarkan gambaran radiologis. Kadang-kadang pemeriksaan fisis yang teliti dapat pula menentukan adanya dan letak daerah atelektasis. Pemeriksaan khusus misalnya bronkoskopi dan bronkografi, dapat dengan tepat menentukan cabang bronkus yang tersumbat.
Kolaps dapat didiagnosa dengan adanya :
1.    Peningkatan densitas dan menggerombolnya pembuluh darah paru
2. Perubahan letak hilus atau fisura ( keatas atau ke bawah ). Pada keadaan normal letak hilus kanan lebih rendah dari hilus kiri
3. Pergeseran trakea, mediastinum atau fisura interlobaris ke arah bagian paru yang kolaps
4. Sisa paru bisa amat berkembang ( over-expanded ) dan demikian menjadi hipertranslusen.  


2.8 Prognosis
Pada umumnya atelektasis dapat hilang jika penyebab obstruksi telah dihilangkan, kecuali jika ada infeksi sekunder. Cepat lambatnya penyembuhan tergantung pula pada luas daerah atelektasis, letak atelektasis, karena gerakan mukosilier pada bronkus yang bersangkutan terganggu, sehingga efek batuk tidak bekerja. Jika infeksi ini berlangsung lebih lanjut dapat pula menyebabkan bronkiektasis atau abses paru.
2.9 Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena.
Tindakan yang biasa dilakukan :
1. Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa mengembang
2. Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
3. Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
4. Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
5. Postural drainase
6. Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
7. Pengobatan tumor atau keadaan lainnya
8. Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu diangkat. Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.
Pemeriksaan bronkoskopi harus segera dilakukan, apabila atelektasis terjadi karena penyumbatan oleh benda asing. Juga harus dilakukan pada atelektasis yang terisolasi dan telah berlangsung lama. Pada saat itu pula sekaligus dilakukan penghisapan lendir yang menyumbat bronkus tersebut. Pada pemeriksaan dengan bronkoskop fiberoptik selain penghisapan lendir sekaligus dapat dilakukan pengambilan benda asing yang menyumbat bronkus atau biopsi terhadap jaringan yang menyumbat yang dicurigai sebagai penyebab obstruksi. Oksigen harus diberikan pada penderita yang sesak dan sianotik.
Fisioterapi yang meliputi perubahan posisi, masase, latihan pernafasan, disertai pemberian mukolitik yang tepat sangat membantu dalam pengembangan kembali paru yang kempis. Kadang-kadang diperlukan juga respirator untuk melakukan ”Intermiten Positive Pressure Breathing” (IPPB). Pada infeksi yang kronis harus dilakukan pemeriksaan bakteriologis byang lebih teliti. Jika dengan pengobatan tersebiut di atas belum juga membawa perbaikan, dapat diulang pemeriksaan bronkoskopi dan pemberian antibiotika.  Kadang-kadang diperlukan juga bronkodilator dan kortikosteroid untuk membantu pengeluaran lendir.
2.10 Pencegahan
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis :
1.    Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin. Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan.
2. Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus-menerus ke paru-paru, sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut.

Kelainan-kelainan radiologik
Bilamana seluruh paru-paru mengempis, akan ada suatu bayangan homogen pada belah itu, dengan jantung dan trakhea beranjak ke jurusan itu dan diafragma terangkat. Bilamana hanya satu lobus yang atelaktasis disebabkan oleh penyumbatan bronkhial, mungkin kelihatan dua kelainan yang karakteristik. Kelainan pertama adalah suatu bayangan yang homogen daripada lobus yang kempis itu sendiri, yang akan menempati ruangan yang lebih kecil daripada bilamana ia berkembang sama sekali.
Suatu lobus kanan atas yang kempis akan kelihatan sebagai suatu daerah yang opak pada puncak, dengan batas tegas yang bersifat konkaf di bawahnya di dekat klavikula yaitu yang diakibatkan oleh fisura horizontalis yang terangkat.
Lobus kiri atas bilamana kempis biasanya mencakup lingula, dan bayangan yang diakibatkannya adalah lebih tidak tegas tanpa batas bawah yang tegas. Akan tetapi pada proyeksi lateral akan kelihatan suatu bayangan berbentuk lidah dengan puncaknya dekat diafragma; di sebelah anterior, ini mungkin sampai kepada sternum, atau mungkin dipisahkan oleh suatu daerah yang translusen yang disebabkan oleh paru-paru kanan yang menyelip diantaranya dan sternum di sebelah posterior bayangan itu mempunyai batas yang tegas dengan batas konkaf yang disebabkan oleh fisura besar yang terdesak ke depan.
Suatu lobus tengah akan menyebabkan suatu bayangan yang sangat tidak tegas pada proyeksi anterior, akan tetapi mungkin mengaburkan batas daripada jantung kanan, pada proyeksi lateral ia akan kelihatan sebagai suatu bayangan berbentuk pita yang membujur dari hilus ke angulus sterno-diafragmatikus. Batas atasnya yang tegas dibentuk oleh fisura horizontalis yang terdekat, sedangkan batas belakangnya yang konkaf oleh fisura mayor yang terdesak ke depan.
Lobus bawah yang kempis menyebabkan suatu bayangan berbentuk segitiga, dengan batas lateral yang tegas yang membujur ke bawah dan keluar dari daerah hilus ke diafragma. Oleh karena ia biasanya terletak di belakang bayangan jantung, ia hanya dapat dilihat bilamana radiograf adalah baik. Pada proyeksi lateral bayangan mungkin kabur sekali, akan tetapi biasanya kehadirannya memberikan tiga gambar; vertebrae torakalis di sebelah bawah akan kelihatan lebih berwarna abu-abu daripada hitam daripada vertebrae di sebelah tengah; bagian posterior daripada bayangan diafragma kiri akan tidak dapat dilihat; dan akhirnya, daerah vertebrae bawah di belakang bayangan jantung akan kurang hitam daripada daerah translusen di belakang sternum.



BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
1.    Pengkajian
1.      Indentitas
Nama,
Umur, terjadi pada bayi yang baru lahir, anak-anak atau pada usia tua
Jenis kelamin bisa terjadi pada pria dan wanita
Pekerjaan, biasanya terjadi pada orang yang bekerja pada daerah dengan polusi tinggi
2.      Keluhan utama
pada atelektasis keluhan utama yang dirasakan adalah
-         Sesak nafas
-         Nyeri dada
3.      Riwayat penyakit sekarang
Pasien merasakan sesak nafas, setelah beraktivitas dan merasakan nyeri dada pada bagian yang terkena atelektasis
4.      Riwayat penyakit keluarga
Pasien tidak mempunyai penyakit menurun
5.      Riwayat penyakit dahulu
Pada saat lahir pasien pernah mengalami kelainan yaitu setelah lahir belum sempat terjadi tangis yang pertama
6.      Riwayat psiko social
-         Pasien merasakan cemas karena mengalami nyeri
-         Pasien jarang berkomunikasi dengan lingkungan sekitar
7.      Pola aktivitas sehari-hari
-         Mobilisasi berkurang karena pasien sesak nafas jika pasien banyak melakukan aktivitas
-         Pola istirahat, tidur pasien menjadi berkurang atau tidak teratur
-         Pemasukan nutrisi dan cairan berkurang


 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan thoraks yang cermat, yang mencakup inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, seringkali menunjukkan diagnosis kelainan paru yang terjadi. Hasil pemeriksaan fisik pada atelektasis (obstruksi lobaris) yang sering ditemukan adalah :
vTanda-tanda vital
TD : hipertensi
S    : hipertermi >39°C
RR : dipsnea 30x/mnt
N   : takikardi 130x/mnt
vInspeksi      →  berkurangnya gerakan pada sisi yang sakit,
adanya sianosis pada bibir dan ujung jari
pasien terlihat pucat
vPalpasi       →  fremitus berkurang, trakea dan jantung bergeser
vPerkusi       →  batas jantung dan mediastinumm akan bergeser
letak diagfragma meninggi
vAuskultasi →  suara nafas melemah,dan terdengar ronki

Pemeriksaan Penunjang

1.    Rontgen dada
Menunjukan adanya daerah bebas udara di paru-paru
2.    CT scan
Menentukan penyebab terjadinya penyumbatan
3.    GDA
Untuk menunjukan derajat hipoksemia dan keadekuatan ventilasi alveolar


                                                                                                                                            
Analisa Data
No Dx
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
1
Ds : keluarga px mengatakan px sesak saat bernafas.
Do : - Px terlihat lemah.
Bunyi nafas ronki
Bunyi nafas pasien melemah
Frekwensi nafas px >16x/m
Gangguan pengembangan paru/kolaps alveoli

Ventilasi & pervusi tdk seimbang

Gangguan pertukaran gas
Gangguan pertukaran gas
2
Ds: -Dispnea
-Sakit kepala pada saat bangun
-Gangguan penglihatan
Do:-Gas darah arteri yang tidak normal
-Ketidaknormalan frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan
-Sianosis
-Takikardia
Trjd dg cpt dan luas


 
dispnu

Pola nafas cpt dan dangkal
 

ketidakefektifan pola nafas
Ketidakefektifan pola nafas
3
Ds: keluargaa px mengatkan bahwa px saat bernafas terdapat bunyi
Do: -bunyi nafas ronki
-bunyi nafas px melemah
-Frekwensi nafas px >16x/m
Sumbatan bronkus

Gangguan pengeluaran mukus

Akumulasi mukus pd bronkus
 

Ketidakafektifan bersihan jalan nafas
Ketidakafektifan bersihan jalan nafas

4
Ds: -Nyeri dada
-Dispnea
-Rasa seperti akan mati
Do:-Aritmia
-Retraksi dada
-Pengisian kembali kapiler lebih dari tiga detik
-Pengembangan cuping hidung

Trjd dg cpt dan luas


 
Asupan oksigen pd jar menurun

Oksigen jar menurun

Sianosis

Gangguan perfusi jaringan
Gangguan perfusi jaringan

2.    Diagnosa keperawatan
1.    Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi dan perfusi tidak seimbang
2.    Ketidakefektifan pola nafas b.d pola nafas cepat dan dangkal
3.    Ketidakafektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi mukus pada bronkus
4.    Gangguan perfusi jaringan b.d oksigen jaringan menurun;sianosis
3.    Planning
No
Diagnosa keperawatan
Tujuan/kriteria hasil
intervensi
1
Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi dan perfusi tidak seimbang

tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam pasien menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
kriteria hasil:
pertukaran gas dapat dipertahankan

mandiri
v kaji frekuensi kedalaman pernafasan .
R/untuk mengevaluasi derajat distres pernafasan pernafasan atau proses penyakit .
v tinggikan kepala tempat tidur bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernafas.dorong pasien untuk penafasan dalam atau nafas bibir.
R/pengiriman oksigen dapat di perbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas  untuk menurunkan kolaps jalan nafas.
vAuskultasi bunyi nafas,cacat area penurunan aliran udara /bunyi tambahan ,(ronki,mengi,redup).
R/bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara,adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus.
vPalpasi fremitus (getaran vibrasi pada saat palpasi)
R/penurunan getaran fibrasi diduga ada pengumpulan cairan.
vEvaluasi tingkat toleransi aktivitas.
R/selama distres pernafasan berat/akut ,pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari – hari
v Awasi tanda – tanda vital dan irama jantung.
R/takikardia dan perubahan tekanan darah yang dapat menunjukan adanya hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi
v Awasi /gambaran seri GDA dan nadi
R/PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis,emfisema)dan PaCO2 secara umum menurun ,sehingga terjadi hipoksia .
v Berika oksigen tambahan sesuai degan indikasi hasil GDA dan  toleransi pasien.
R/memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia
v Bantu intubasi ,berikan /pertahankan ventilasi mekanik
R/terjadinya kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya penyelamatan hidup.
2
Ketidakefektifan pola nafas

Pola nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam, dengan kriteria hasil:
-    Tidak terjadi hipoksia atau hipoksemia
-    Tidak sesak
-    RR normal (16-20 × / menit)
-    Tidak terdapat kontraksi otot bantu nafas
Tidak terdapat sianosis
1. Berikan HE pada pasien tentang penyakitnya
R/ Informasi yang adekuat dapat membawa pasien lebih kooperatif dalam memberikan terapi
2. Atur posisi semi fowler
R/ Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.
3. Observasi tanda dan gejala sianosis
R/ Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer

4. Berikan terapi oksigenasi
R/ Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.

5. Observasi tanda-tanda vital
R/ Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.

6. Observasi timbulnya gagal nafas.
R/ Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan
R/ Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam proses terapi keperawatan
3
Ketidakafektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi mukus pada bronkus


Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam pasien menunjukan perilaku mencapai bersihan jalan nafas.
kriteria hasil:
Klien dapat mempertahankan jalan nafas secara efektif

Mandiri
v auskultasi bunyi nafas.catat adanya bunyi nafas ,misal: mengi ,ronki.
R/beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obtruksi jalan nafas dan terdapat nafas adventisius.
v kaji frekwensi kedalaman  pernafasan dan gerakan dada
R/pernafasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan  gerakan dinding dada/cairan paru.
v   berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari ,kecuali kontra indikasi,tawarkan air hangat.
R/cairan (khususnya air hangat)memobilisasi
v observasi warna kulit,membran mukosa,dan kuku
R/sianosis kuku menunjukan adanya vasokontruksi,sianosis membram mukosa dan kulit sekitar  mulut menunjukan hipoksemia sistemik
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi
v  bronkodilator,mis :egonis :epinefrin (adrenalin ,vaponefrin ) Xantin ,mis:aminofilin ,oxtrifilin.
 R/merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal
v  berikan humidikasi tambahan,mis:nebulizer ultranik,humidifier aerosol    ruangan
R/kelembaban menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah      pengeluaran  secret.
v  berikan pengobatan pernafasan ,mis ;fisioterapi dada
R/drainase postural dan perkusi bagian penting untuk mengencerkan      secret.dan memperbaiki ventilasi pada segmen

4
Gangguan perfusi jaringan

Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.

1.    Kaji adanya perubahan kesadaran.
2.    Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.
3.    Kaji adanya tanda Hopmans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.
4.    Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).
5.    Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).
6.    Monitor intake dan out put.
7.    Kolaborasi dalam: Pemeriksaan AGD (Analisa Gas Darah), BUN (Blad Urea Nitrogen), Serum ceratinin dan elektrolit.






BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. Penyebab dari atelektasis bisa bersifat obstruktif maupun non-obstruktif.Penyebab obstruktif bisa berasal dari dalam saluran pernafasan maupun dari luar saluran pernafasan. Sedangkan penyebab non-obstruktif bisa disebabkan oleh adanya kompresi jaringan paru atau pengembangan alveoli yang tidak sempurna dan akhirnya mengalami kolaps.
Diagnosa atelektasis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisis. Secara radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan lobus.

3.2 Saran
1. Tenaga kesehatan
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang atelektasis dan problem solving yang efektif  dan juga sebaiknya kita memberikan informasi atau health education mengenai atelektasis kepada para orangtua terhadap anak yang utama.
2.    Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya atelektasis dan meningkatkan pencegahan.





DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard. Kliegman, robert. 1999. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol 2. EGC: Jakarta
Staf pengajar ilmu kesehatan anak. 1985. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. FKUI: Jakarta
Doenges, Marylinn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC     

1 komentar:

temen2 mampir keblog ku donk,,,

Posting Komentar